Sarekat Islam (SI), sebagai organisasi terbesar di Nusantara pada saat kolonialisme Belanda, di dalamnya banyak orang-orang komunis. Semaun, Darsono, dan kalangan muslim berideologi kiri, aktif berorganisasi di SI. Bahkan kalangan kiri di SI itu membuat SI cabang Semarang begitu ditakuti pemerintah kolonial, karena berbagai pemogokan hingga aksi revolusioner lainnya yang telah dijalankan. Para revolusioner di SI itu, juga bergabung di Perserikatan Komunis Hindia (cikal bakal PKI).
Foto ini menggambarkan hubungan antara SI dan PKI yang cukup berjejalin. Hingga pada kongres SI ke 5 pada 6 Oktober 1921 di Surabaya, terjadi silang pendapat tentang keanggotaan ganda di SI. Beberapa tokoh SI seperti Agoes Salim, Abdoel Moeis, hingga Cokroaminoto tidak sepakat dengan keanggotaan ganda di tubuh SI. Beberapa tokoh SI yang lain menganggap kalangan kiri di tubuh SI sudah kebablasan karena begitu sangat berani menentang kolonialisme Belanda. Tindakan revolusioner itu dianggap akan membawa ancaman bagi SI, jikalau pihak kolonial merepresi mereka. Seperti yang kita tahu, bahwa di tubuh SI banyak kelompok moderat yang memilih perjuangan menggulingkan kolonialisme dengan cara legal.
Semaoen, Darsono, dan rombongan muslim penganut kiri lainnya ternyata bersikukuh tidak mau melepaskan keanggotaan mereka di Perserikatan Komunis Hindia. Pilihan itu tentu saja berdampak fatal, Semaoen dan kawan-kawan dipecat dari Sarekat Islam pimpinan Tjokroaminoto. Pemecatan tersebut diresmikan dalam Kongres SI yang dihelat di Madiun pada 17-20 Februari 1923.
0 Comments